Pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu istilah yang
muncul bersamaan dengan adanya kesadaran pada perlunya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Dalam kaitanya dengan otonomi daerah dan
desantralisasi pemerintahan maka pemberdayaan masyarakat merupakan suatu
yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Pemberdayan sendiri
menurut Mukhtar Sarman (1996) bermakna suatu upaya untuk selalu
mendorong dan merangsang adanya proses kemandirian masyarakat (self sustaining process).
Sebab tanpa adanya kemandirian maka suatu bentuk partisipasi masyarakat
tidak akan terbentuk, namun yang muncul justru mobilisasi. Pemberdayaan
sendiri dapat dikaitkan dengan proses transformasi sosial, ekonomi dan
bahkan politik (kekuasaan), dalam hal yang terakhir ini pemberdayaan
berarti proses penumbuhan kekuasaan atau kemampuan diri.
Pemberdayaan masyarakat akan berjalan efektif mana kala infrastruktur
demokrasi yang ada mampu berjalan secara mandiri. Sebagaimana
diutarakan oleh Tamrin Amal Tomagola (2005), bahwa infrastruktur
tersebut meliputi, partai politik lokal, Ornop local (NGOs), pers lokal,
universitas lokal dan polisi daerah. Memang tidak semua daerah memiliki
kelima unsur tersebut, namun minimal adanya partai politik lokal atau
partai yang ada di daerah, mampu berjalan secara fungsional dalam arti
mampu memperdayakan dirinya. Selain itu adanya organisasi non pemerintah
(Ornop) yang independen seperti Ormas, LSM maupun kelompok-kelompok
sukarela yang mencoba memberi penguatan pada masyarakat serta melakukan
pengawalan/pengontrolan pada pemerintahan. Disamping itu pers sangat
strategis dalam turut membentuk tercapaianya pemberdayaan masyarakat.
Membuka Akses Pemberdayaan
Upaya untuk melakukan pemberdayaan tersebut harus membuka akses bagi
rakyat terhadap sumber daya strategis yang dimiliki daerah baik yang
berupa sumber daya alam, Pendapatan Asli Daerah (PAD), APBN dan
sebagainya. Terbuka akses tersebut sebagai upaya untuk saling memiliki
maupun berbagai kemanfaatan serta dilibatkanya dalam suatu perencanaan
program-program kerja. Dengan demikian ada partisipasi rakyat terhadap
sejumlah sumber daya strategis yang ada, partipasi disini meliputi
perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi serta pengontrolan.
Dalam pemberdayaan masyarakat yang perlu diperhatikan agar
efektifitas kegiatan dapat berjalan dengan baik, maka harus tepat
sasaran dalam arti mereka yang benar-benar berada di lapisan bawah (grassroot),
ruang lingkupnya berada pada tingkat lokal. Oleh karena itu perlu
kiranya menengok kembali beberapa hal yang terkait dengan potensi lokal
yang ada baik menyangkut SDA, SDM, Infrastruktur, dan kelembagaan dalam
suatu sistem jaringan. Sistem jaringan disinergikan untuk saling
memperkuat baik secara vertikal (dalam alur produksi dan hirarkhi
kelembagaan) maupun secara horizontal (dalam mobilitas SDM dan barang
serta jasa yang terpadu dan berdampak berantai secara maksimal).
Dengan adanya pemberdayaan maka seorang yang berada di lapisan bawah
akan bisa terangkat derajatnya sehingga bisa memunculkan suatu
masyarakat baru kelas menengah. Kendati demikian karena sebagaimana
keadaan masyarakat miskin yang hidup dalam keserba-kekurangan baik
secara ekonomi, politik, maupun pengetahuan, maka upaya untuk
mendefisinikan kebutuhan dan keperluannya terkadang tidak sepenuhnya
mampu ditangkap secara utuh dan sistimastis. Sehingga dari sini bisa
dikatakan bahwa pada masyarakat miskin perlu adanya bantuan orang/pihak
lain untuk merumuskan dan mendefesinikan keperluan dan kebutuhannya yang
berfungsi sebagai cambuk kemajuan (enabler), (Mukhtar Sarman, 1996).
Pemberdayaan Secara Komunal
Pemberdayaan masyarakat tersebut akan efektif manakala dilakukan
bersama-sama antara masyarakat dan aparat secara transparan dan
bertanggungjawab. Pemerintah daerah melalui sumber daya yang dimilikinya
dituntut untuk melaksanakan misi pemberdayaan masyarakat. Hal ini
dilakukan agar masyarakat mampu mempersiapkan dirinya sendiri untuk
lebih berdaya dalam arti mampu bersaing, mandiri dan profesional baik
dalam menghadapi persaingan lokal, reginonal maupun internasional dengan
isu globalisasinya.
Dalam era otonomi daerah pemerintah daerah yang paling dekat dengan
rakyat, ialah pemerintah desa. Oleh karena itu upaya untuk memperdayakan
pemerintah desa merupakan hal yang harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum, melakukan pemberdayaan masyarakat. Yang perlu didasari oleh
pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat bagaimana menciptakan
suatu kondisi lingkungan birokrasi pemerintahan yang mudah dijangkau
atau diakses oleh masyarakat terutama mereka yang hidup dalam kondisi
serba miskin. Mereka yang miskin bukanlah orang yang tidak mempunyai
suatu apapun, akan tetapi berada dalam serba keterbatasan, baik ekonomi
(modal), pengetahuan (akase) terhadap modal, pasar dan sebagainya,
sehingga sulit untuk mengembangkan dirinya.
Dengan demikian apabila pemberdayaan masyarakat berhasil dijalankan,
maka akan memperkokok kemandirian daerah baik secara politik, ekonomi,
dan budaya kekokohan dalam tiga bidang tersebut, akan mampu menangkal
dan bersaing tinggi dalam menghadapi gemburan globalisasi ekonomi dunia
yang digerakkan oleh semangat kapitalisme-liberal. Dimana kekokohan
daerah akan menopang bagi proses pengkukuhan wilayah dan proses
kehidupan ber berbangsa dan bernegara.
Sumber : http://www.gema-nurani.com/