1. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) Cabang Kepulauan Riau
2. Ketua Lembaga Kajian Sosial Masyarakat Cabang Kepulauan Riau
3. Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat

Kamis, 28 November 2013

Menggugat Kepatuhan Hukum Kita

Pakar Sosiologi Hukum Prof.DR. Satjipto Raharjo, dalam bukunya “Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Penerbit Kompas, 2003”, secara implisit menyimpulkan bahwa, adanya perasaan tidak bersalah, sekalipun putusan judex factie ( PN dan PT) telah menyatakan yang bersangkutan bersalah, merupakan preseden buruk bagi tegaknya budaya hukum di negeri ini”. Pandangan kritis pakar sosiologi hukum itu patut kmenjadi renungan kita bersama, sebab di dalamnya terkandung pesan yang sangat dalam mengenai perlunya kita mentradisikan budaya hukum di negeri ini, karena tanpa tertanam budaya hukum mustahil dapat ditegakkan hukum yang berkeadilan.
 Budaya hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam budaya hukum itu dapat dilihat suatu tradisi prilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan berlaku bagi semua subyek hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara. 

Mengetahui Bahaya Perilaku Koruptor

Mengetahui bahaya perilaku koruptor memang sangat penting, terutama bagi kita yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tidak bisa dipungkiri, praktek-praktek korupsi memang masih mewarnai perjalan negeri yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia ini. Tak heran jika kelakuan biadab koruptor, kini menjadi musuh utama yang harus diberantas.

Perilaku Koruptor

Namun korupsi nampaknya agak sulit diberantas secara total. Hanya saja kita bisa berusaha untuk meminimalisir terjadinya tindak korupsi ini. Sulitnya pemberantasan korupsi lebih dikarenakan pelakunya adalah orang-orang yang telah dipilih rakyat. Dengan kata lain koruptor itu adalah para pemimpin yang dipilih masyarakat melalui pesta demokrasi.

Pemberdayaan Masyarakat di Era Otonomi

Pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu istilah yang muncul bersamaan dengan adanya kesadaran pada perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dalam kaitanya dengan otonomi daerah dan desantralisasi pemerintahan maka pemberdayaan masyarakat merupakan suatu yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Pemberdayan sendiri menurut Mukhtar Sarman (1996) bermakna suatu upaya untuk selalu mendorong dan merangsang adanya proses kemandirian masyarakat (self sustaining process). Sebab tanpa adanya kemandirian maka suatu bentuk partisipasi masyarakat tidak akan terbentuk, namun yang muncul justru mobilisasi. Pemberdayaan sendiri dapat dikaitkan dengan proses transformasi sosial, ekonomi dan bahkan politik (kekuasaan), dalam hal yang terakhir ini pemberdayaan berarti proses penumbuhan kekuasaan atau kemampuan diri.

APA ITU HAKIKAT KEPATUHAN HUKUM

Pakar Sosiologi Hukum Alm. Prof.DR. Satjipto Raharjo, dalam bukunya “Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Penerbit Kompas, 2003”, secara implisit menyimpulkan bahwa, adanya perasaan tidak bersalah, sekalipun putusan judex factie ( PN dan PT) telah menyatakan yang bersangkutan bersalah, merupakan preseden buruk bagi tegaknya budaya hukum di negeri ini”.

Pandangan kritis pakar sosiologi hukum itu patut kmenjadi renungan kita bersama, sebab di dalamnya terkandung pesan yang sangat dalam mengenai perlunya kita mentradisikan budaya hukum di negeri ini, karena tanpa tertanam budaya hukum mustahil dapat ditegakkan hukum yang berkeadilan. Budaya hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam budaya hukum itu dapat dilihat suatu tradisi prilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan berlaku bagi semua subyek hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara.

PERANAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI


Korupsi merupakan kejahatan yang mendapat perhatian masyarakat luas. Sejak era reformasi, korupsi menjadi kejahatan yang secara terus menerus mendapatkan perhatian untuk mendapatkan penanganan secara serius. Keseriusan untuk memberantas korupsi karena korupsi merupakan kejahatan yang mengurangi hak-hak warga negara dan menimbulkan kesengsaraan dikalangan masyarakat. Berbagai studi menunjukkan bahwa korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat serta mengamputasi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan.

KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Sebelum kita berbicara lebih lanjut, ada baiknya kita selintas memahami apa sesungguhnya konsep kemiskinan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Konsep “pemberdayaan” (empowerment) telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.
Perubahan ini telah mempengaruhi isi Laporan Indeks Pembangunan Manusia (Human Index Development) yang setiap tahun dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).  Organisasi ini  menyatakan “pembangunan seharusnya dianyam oleh rakyat bukan sebaliknya menjadi penonton pembangunan dan seharusnya pula pembangunan memperkuat rakyat bukan justru membuat rakyat semakin lemah”.

Reformasi dan Nasib Pelanggaran HAM

Lima belas tahun usia reformasi, beragam capaian telah diraih oleh bangsa Indonesia, untuk menempatkan dirinya sebagai negara yang bermartabat, demokratis, dan memberikan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Namun, sejumlah persoalan masa lalu, khususnya yang terkait dengan praktik pelanggaran HAM sampai sekarang belum terselesaikan dan tidak ada keadilan bagi korban, termasuk kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Situasi ini tentunya akan terus menjadi ganjalan sejarah bagi perkembangan dan kemajuan bangsa ini ke depan, rangkaian kejahatan tersebut akan terus menjadi noda hitam sejarah, tanpa adanya suatu penyelesaian yang tuntas.

Hu Jintao: Partai Komunis Bisa Jatuh Karena Korupsi

Cina akan melanjutkan reformasi bertahap melalui “modernisasi sosialis”, namun mereka tidak akan mengikuti sebuah model politik ala barat, kata pemimpin Partai Komunis Cina (PKC), Hu Jintao.
Partai harus “memainkan peran penuh untuk memperkuat sistem politik sosialis” dan belajar dari pencapaian politik dan budaya dari negara lain, kata Hu dalam pidato pembukaan Kongres PKC hari Kamis (08/11).
Tapi itu “tidak akan pernah meniru model sistem politik barat,” kata Hu, mengulangi pernyataan yang berkali-kali dia sampaikan selama menjabat pimpinan partai.