Kasus korupsi menjadi heboh, setelah menyangkut nama nama orang besar.
Padahal sejatinya, korupsi adalah perbuatan yang biasa biasa saja dan
tidak aneh apalagi bila dilakukan secara berjamaah. Karena sudah menjadi
kebiasaan yang turun temurun, maka lambat laun korupsi berubah menjadi
sebuah tradisi.
Mari kita sama sama melepas idealisme agar kita bisa merasakan dan
memahami mengapa tak ada seorangpun yang kebal terhadap perilaku korupsi
bila sudah memasuki admosfir yang pekat dengan aktifitas korupsi
sebagai sebuah tradisi. Suatu perbuatan bisa dikatakan salah oleh orang
orang yang berada diluar lingkaran, tetapi tentu saja tidak, bagi yang
berada didalam.
Masyarakat luas bisanya hanya mencela, memaki dan mengutuk para pejabat
yang terjerat kasus korupsi. Mereka tidak tahu dan tak akan pernah tahu
mengapa itu bisa terjadi, sebab yang bisa merasakan tentu hanya para
pejabat itu sendiri bersama dengan kroni kroni dalam lingkarannya. Tak
ada seorangpun yang tidak tahu atau tidak mengerti apa itu korupsi,
apalagi bila dirinya adalah seorang pejabat. Tapi biarpun sudah tahu dan
sadar bahwa bila melakukan korupsi akan masuk bui, tetap saja mereka
‘enjoy’ menikmati. Biar sudah dibuat ribuan pasal untuk menjerat
koruptor, tak akan pernah bisa membuat mereka jera. Bahkan orang bilang,
bila ada pejabat yang tersangkut kasus korupsi, maka itu hanya karena
apes alias sial. Artinya, korupsi itu sudah biasa, “tak usah munafik”,
kata mereka ! Semakin tidak ketahuan, semakin besar nilai uang yang
dikorupnya.
Analoginya adalah biar ribuan sungai bermuara ke laut, tak akan pernah
bisa membuat air laut menjadi tawar. Jangankan satu atau dua orang yang
sok menjadi pahlawan atau mengatakan tidak pada korupsi, ribuan orang
pun bila berani masuk kedalam sistem korupsi, maka satu persatu, mereka
akan bergiliran berubah dari yang semula “tawar” menjadi “asin”. Itu
hanya soal waktu saja.
Jadi apakah dengan demikian maka tak akan ada seorangpun pejabat yang
tidak melakukan korupsi ? Tentu saja masih ada, tapi bila dibandingkan
dengan jumlah pejabat lainnya yang sudah terkontaminasi racun korupsi,
maka jumlahnya tak cukup signifikan.
Sebegitu beratkah kondisi korupsi negeri ini ? Iya memang. Ibarat
penyakit sudah sangat akut dan sampai pada stadium akhir. Rasa rasanya
sudah sangat sulit (kalau tak boleh dibilang tidak bisa lagi) untuk
menyembuhkannya. Satu satunya cara adalah dilakukan amputasi pada
bagian bagian yang sudah membusuk itu.
Masalahnya adalah bagian yang diamputasi justru adalah bagian yang
vital. Masih mending bila yang dipotong adalah jari tangan, lengan atau
kakinya. Tapi bagian yang membusuk sudah sampai ke jantung bahkan ada
yang di bagian otak. Dokter mana yang sanggup mengamputasi jantung atau
otak ? Itu sama saja dengan pembunuhan berencana.
Jadi kesimpulannya, mau bagaimana lagi ? Masih adakah kemungkinan
untuk menyelamatkan tubuh yang sudah ‘bernanah’ disetiap kujurnya ?
Logikanya jelas saja tak akan bisa. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita
tinggalkan saja tubuh yang hanya menunggu dikebumikan itu, diganti
seluruhnya dengan tubuh yang baru, yang benar benar sehat dan tidak
berpenyakitan.
Tapi itupun juga masih beresiko, sebab ada yang dinamakan penyakit
turunan. Pada mulanya tampak sehat dan segar, serta bebas dari segala
macam penyakit. Tapi pada suatu saat ketika sudah berjalan sekian lama,
bibit penyakit lama akan mulai bersemi lagi dan baru ketahuan setelah
menjalar kemana mana. Bila tak pernah dihiraukan, maka kasus lama akan
terulang lagi.
Karena saking banyaknya kasus pengkhianatan para pejabat terhadap janji
janji yang telah diucapkannya sendiri, membuat kondisi seakan akan
sudah tak ada lagi orang yang bisa dipercaya di negeri ini. Bilapun
ada seorang yang memang benar benar bersih, dan tetap konsisten menjaga
kebersihan dirinya, tapi tidak dengan anak buah dan kroni kroninya.
Memang sangatlah sulit untuk menolak mejadi orang kaya. Kebanyakan orang
dengan serta merta berkata “tidak” ketika dirinya disuruh menjadi
orang miskin, tapi tak ada yang mau menolak bila diajak menjadi orang
kaya. Barangkali hanya malaikat saja yang berani menolak jadi orang kaya
karena korupsi.
Tulisan ini bukannya ingin mengeneralisir bahwa semua pejabat kita
adalah orang-orang jahat dan tak ada satupun yang punya moral, tapi bila
anda ditawari untuk membeli sekeranjang jeruk, dimana hanya ada satu
atau dua gelintir yang masih segar, sedangkan lainnya sudah membusuk,
apakah anda mau mengatakan bahwa “Kan masih ada dua butir ?” , yang
pasti akan anda katakan “Sekeranjang jeruk itu sudah busuk semuanya,
buat apa ? Saya tak mau membelinya”.