1. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) Cabang Kepulauan Riau
2. Ketua Lembaga Kajian Sosial Masyarakat Cabang Kepulauan Riau
3. Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat

Sabtu, 19 Oktober 2013

Dinamika Sosial Ekonomi Pada Ilmu Ekonomi Islam; Kontribusi Pemikiran Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun adalah seorang ulama Islam terkemuka terutama pada bidang sosial pada abad ke-9 Hijriah atau abad ke-15 Masehi, beliau menyusun kitab Al’ibar yang terdiri dari tujuh jilid, kitab Al-’ibar berisi tentang sejarah, atau pelajaran-pelajaran dari sejarah.
Buku pertama dalam kitab Al-’Ibar diberi judul dengan Muqadimah yang berarti pendahuluan, didalam jilid satu atau Muqadimah dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas suatu dinasti dan peradaban dengan melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang saling berhubungan seperti faktor peran moral, psikologis, politik, ekonomi, sosial, demografi, dan sejarah dalam fenomena jatuh dan bangunnya dinasti dan peradaban.
Menurut Ibnu Khaldun, historiografi atau ilmu tarikh adalah suatu ilmu pengetahuan yang menganalisis sebab-sebab dan sumber-sumber, atau bagaimana dan mengapa suatu fenomena terjadi dalam sejarah manusia. Ibnu Khaldun menjadikan pusat analisisnya adalah manusia, ia memandang jatuh bangunnya suatu dinasti atau peradaban sangat bergantung pada kesejahteraan atau kesulitan hidup manusia.
Dalam anilisisnya, fenomena jatuh dan bangun suatu dinasti dan peradaban bergantung tidak saja pada variabel-variabel ekonomi saja, melainkan juga pada sejumlah faktor lain yang turut menentukan kualitas individu, masyarakat, penguasa, dan lembaga-lembaga.[1]
Model Dinamika Sosial Ekonomi (Lintas Disiplin) Ibnu Khaldun [2]
Keseluruhan model Ibnu Khaldun dapat diringkas dalam nasihatnya kepada para raja sebagai berkut:
  1. Kekuatan kedaulatan (al-mulk) tidak dapat dipertahankan kecuali dengan mengimplementasikan syariah;
  2. Syariah tidak dapat diimplementasikan kecuali oleh sebuah kedaulatan (al-mulk);
  3. Kedaulatan tak akan memperoleh kekuatan kecuali bila didukung oleh sumber daya manusia (ar-rijal);
  4. Sumber daya manusia tidak dapat dipertahankan kecuali dengan harta benda (al-mal);
  5. Harta benda tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (al-‘imarah);
  6. Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (al-‘adl);
  7. Keadilan merupakan tolak ukur (al-mizan) yang dipakai Allah untuk mengevaluasi manusia; dan
  8. Kedaulatan mengandung muatan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan.
Nasihat para raja diatas merupakan model lintas disiplin, karena menghubungkan semua variabel politik dan sosial ekonomi yang penting, yaitu syariah (S), otoritas politik atau pemerintah (G), manusia atau rijal (N), harta benda atau mal (W), pembangunan atau ‘imarah (g), dan keadilan atau al-‘adl (j), dalam sebuah daur perputaran interdependen, masing-masing mempengaruhi yang lain dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh yang lain pula.
Operasi daur ini terjadi dalam sebuah reaksi berantai dalam suatu periode yang panjang yaitu suatu dimensi dinamisme dimasukkan ke dalam keseluruhan analisis dan membantu menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, moral, sosial, dan ekonomi berinteraksi terus menerus dan mempengaruhi kemajuan dan kemunduran atau jatuh dan bangunnya suatu peradaban. Dalam analisis jangka panjang ini, tidak berlaku asumsi ceteris paribus, karena tak ada variabel yang konstan atau tetap.
Jika kita mengkespresikan analisis ibnu Khladun dalam bentuk suatu hubungan fungsional, maka akan kita peroleh fungsi sebagai berikut
G = f(S,N,W,g dan j)
Persamaan ini tidak menangkap dinamika model Ibnu Khaldun, tetapi hanya merefleksikan karakter lintas disiplinnya dengan menyertakan semua variabel utama yang didiskusikan. Dalam persamaan ini, G dipandang sebagai variabel dependen, karena salah satu keprihatinan utama Ibnu Khaldun adalah menjelaskan faktor-faktor penyebab jatuh dan bangunnya suatu dinasti (negara) atau peradaban. Menurutnya, kekuatan dan kelemahan suatu dinasti bergantung kepada kekuatan dan kelemahan otoritas politik . Dalam menjaga kelangsungan hidup jangka panjang, otoritas politik (G) harus menjamin kesejahteraan rakyat (N) dengan menyediakan suatu lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikan pembangunan (g) dan keadilan (j) melalui implementasi syariah (S) dan pembangunan dan distribusi kekayaan (W) yang merata atau adil.
Catatan
[1] Umer Chapra. 2001. “Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam”. Jakarta: Gema Insani Press. Hal.125-126
[2] Umer Chapra. 2001. Ibid. Hal. 126-129.